Senin, 19 Desember 2011

Stimulan Molting

Oleh Akbar Marzuki Tahya


Molting merupakan proses fisiologis yang mengharuskan krustase untuk melakukan pergantian karapas. Menurut Huberman (2000) hormon molting pada krustase dibentuk pada organ Y dalam bentuk ekdison. Di dalam hemolimph, hormon ini dikonversi menjadi hormon aktif, 20-hidroksiekdison (20-HE) oleh enzim 20-hidroksilase yang terdapat di epidermis organ Y dan jaringan tubuh lainnya.

Hormon molting tidak hanya diproduksi dalam tubuh krustase, namun beberapa jenis tanaman juga mengandung senyawa yang sama. Dewasa ini telah dikenal eksogenous hormon yang digunakan sebagai stimulan untuk pelunakkan cangkang kepiting. Vitomolt merupakan salah satu merk dagang stimulan molting yang mulai digunakan dalam industri budidaya kepiting lunak. Menurut Fujaya et al., (2010) induksi molting menggunakan vitomolt dengan konsentrasi yang optimum dan waktu tepat, ditunjang tingkat metabolisme yang prima dan ketersediaan energi yang cukup dapat mempercepat molting.
Fitoekdisteroid yang terkandung dalam vitomolt dinilai memegang peranan penting dalam menstimulasi kepiting untuk molting. Menurut Klein (2004) fitoekdisteroid merupakan suatu klas bahan kimia yang dihasilkan oleh tanaman untuk mempertahankan diri terhadap serangga pemakan tanaman. Senyawa ini memiliki kemiripan dari ekdisteroid, hormon tersebut digunakan oleh keluarga arthropoda (serangga) dan krustase (kepiting/lobster) dalam proses molting yang dikenal sebagai ecdysis. Selain itu menurut Gunamalai et al., (2003) ekdisteroid berperan dalam mengatur fungsi fisiologis seperti pertumbuhan, metamorfosis dan reproduksi.
Diantara spesies tanaman yang mengandung fitoekdisteroid tinggi adalah bayam (Spinacia oleracea L., Chenopodiaceae) (Grebenok et al., 1994; dalam Klein 2004). Contoh lain adalah ajugasterone dalam Ajuga L., Lamiaceae dan Vitex L., Verbenaceae; Leuzeasterone pada Leuzea carthamoides (Garcia et al., 1989; Song et al., 1991 dalam Klein, 2004). Ekdisteron dan inokosterone pada Achyranthes bidentata Blurne, Amaranthaceae (Geo et al., 2000 dalam Klein, 2004). Polypodine B pada Leuzea carthamoides (Pis et al., 1994; Klein, 2004). Dan ekdisteron, ajugasterone C, ajugasterone pada Rhaponticum uniflorum (L.) DC., Asteraceae (Zhang et al., 2002 dalam Klein 2004).
Proses pematangan gonad krustase umumnya memerlukan pakan yang banyak mengandung kolesterol. Material ini sangat diperlukan untuk pembentukan steroid, karena krustase tidak dapat mensintesis sterol yang diperlukan untuk pembentukan steroid. Sintesis diawali dengan merombak kolesterol menjadi 7-dehidro-kolesterol dan dilanjutkan dengan hidrosilasi pada suhu atom C25, C22 dan C2. Sintesis kolesterol pada krustase secara umum menghasilkan ekdison. Pada kelompok Orconectes menghasilkan ekdison dan 3-dehidroekdison (3 dE), pada Carcinus menghasilkan ekdison (E) dan 25 –deoksiekdison (25 dE). Berdasarkan kesepakatan para ahli, ketiga jenis hormon tersebut diberi nama umum ekdisteroid, dihasilkan melalui sintesis kolesterol sebagai prekursor yang mekanismenya dikendalikan oleh organ- Y (Quackenbush, 1986, Lachaise et al.,1993; Sedlmeier dan Fenrich, 1993 dalam Budimawan et al., 2002).

Jika ingin menggunakan sebagai pustaka:

Tahya, A. M. 2011. Respon Molting dan Pertumbuhan Rajungan Portunus pelagicus yang Dipelihara di Tambak terhadap Injeksi Berbagai Dosis Vitomolt.
[Tesis] Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Download