Minggu, 26 April 2009

MENAKLUKKAN RINTANGAN DALAM PIKIRAN


(catatan tur bersepeda akhir pekan)
Oleh; Akbar Marzuki Tahya, S.Pi.

Faktor utama yang menyebabkan kita gagal dan tidak bisa berbuat apa-apa adalah diri kita sendiri, bukan orang lain. Begitupula dengan kesuksesan. Kegagalan dan kesuksesan lahir dari pikiran kita sendiri. Suatu perumpamaan ketika kita merasa bisa untuk bersepeda menempuh suatu jarak yang begitu jauh, maka kita akan melakukannya dan disinilah awal kita menggapai kesuksesan tersebut.
Tepatnya tanggal 19 April 2009, hari ini merupakan tur pertama bersepeda hingga ke luar kota. Setelah sempat lama menghabiskan waktu bersepeda dalam kota Makassar dan lingkungan kampus Unhas, akhirnya peluang untuk bersepeda akhir pekan ke luar kota terwujud. Awalnya ide tersebut hanya bergentayangan dalam pikiran dan tidak tahu kapan akan terlaksana, selain tidak punya target yang jelas, keseharian pun dipenuhi kesibukan laboratorium yang bahkan menyita waktu rutin bersepeda di pagi dan sore hari.

Tur kali ini boleh dikata tidak disengaja ataupun tak terduga, awalnya ide untuk mengujikan formulasi pada sampel kepiting yang menjadi bahan penelitian menjadi penyebab utamanya. Penelitian kepiting lunak yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Ir. Yushinta Fujaya, M.Si dan berpartner dengan Dr. Ir. Aslamyah, M.Si. sebagai pengembang pakan kepiting, rencananya akan diaplikasikan pada lokasi riset di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Namun untuk memperoleh informasi lebih awal, maka diujikanlah pada lokasi Bawanamarana, Kabupaten Maros. Lokasi yang lumayan jauh ini bisa ditempuh selama ± 2 jam dari kampus Unhas Tamalanrea dengan menggunakan kendaraan pribadi dan lebih lama lagi apabila menyewa jasa angkutan umum (pete-pete).
Malam tanggal 19, sebelum keberangkatan Saya mendapatkan informasi kalau mobil Ibu As (sapaan akrab Dr. Aslamyah) berhalangan untuk berangkat. Dan berarti bahwa hanya ada satu mobil yang bisa ditumpangi yakni Katana milik Prof. Yushinta. Sementara Katana Bunda Prof (demikian panggilan akrab Prof. Yushinta) hanya memiliki ruang yang layak untuk 4 orang sudah termasuk yang nyopir. Aduh..bisa-bisa Saya tidak kebagian kursi dong.., teman-teman di Lab juga banyak yang mau ikut kecuali Safir yang masih memiliki tanggung jawab terhadap pengeringan ransum kepiting. Pada saat inilah ide yang selama ini digagas bersambut, polygon broadway bersiap sedia menemani kemanapun Aku pergi.
Seperti biasa sebelum digunakan, sepeda kesayangan ini selalu dicek dan dibersihkan. Pengecekan terhadap tekanan angin ban merupakan suatu keharusan, begitupula dengan rem, shifter, rantai sepeda dan gear kecil lainnya. Pokoknya semuanya siap berpetualang hingga ke pelosok pesisir Kabupaten Maros. Dan yang paling penting lagi, Saya tidak lupa untuk mempersiapkan bekal makanan wajib dalam perjalanan; Karbohidrat, suplemen makanan dan minuman lainnya, pokoknya ready for cycling lah.
Dalam turing ke Maros
06.10 Pagi tanggal 19 April, dengan helm di kepala dan ransel hitam dipundak menyatakan kesiapan performa. Polygon broadway, Nampak dengan warna khas kuning hitam menyatakan kesetiaan untuk menemani turing ke luar kota. Akhirnya kayuh sepeda pun menyatakan bendera start pada Perintis Kemerdekaan KM.6.
Medan kota Makassar yang tidak begitu menantang dan lalu lintas yang ramai menuju ke luar kota yang sangat sibuk membuat sedikit rasa bosan muncul pada semangat Ku, ditambah lagi tur seorang diri. Tapi itu bukanlah tantangan yang berarti untuk mengurungkan niat bersepeda ke luar kota di akhir pekan ini. Ternyata strategi yang Ku punya tidak kalah, shifter diatur pada posisi beban yang agak berat untuk meraih kecepatan sepeda yang lebih. Strategi ini Saya gunakan untuk mengurangi rasa bosan, sesekali diturunkan dan sesekali pula dinaikkan. Beberapa kendaraan umum pun diajak berpacu dalam perjalanan, sebagai bentuk perlawanan terhadap pemikiran manja para penghabis bahan bakar. Hingga tak terasa Bandara Internasional Sultan Hasanuddin pun terlewati, memasuki gerbang Kota Maros dan pada menit ke 45 Saya tepat berada di depan Masjid Al Markaz dan Kantor Bupati Kabupaten Maros. Kemudian mampir sebentar untuk melakukan transaksi penarikan pada ATM BNI sebelah kiri jalan kota Maros.
Perjalanan pun dilanjutkan hingga traffic light dan perempatan di tengah kota, Saya mengambil jalur belok ke sebelah kiri menuju Kessi Kebo. Medan yang mengasyikkan di mulai, namun tidak berapa jauh Saya terpaksa berbalik haluan dan memilih jalan stapak serta gang-gang sempit akibat adanya penutupan jalan untuk kegiatan seremoni masyarakat. Hal tersebut ternyata menambah rintangan dan berarti bonus keasyikan yang dapat Ku gapai ketika bisa menaklukkannya.
Kemudian tibalah pada daerah jalanan rata yang sesekali terdapat gundukan coran semen yang tidak sempurna. Kecepatan roda sepeda diharuskan tidak terlalu cepat pada daerah ini. Di samping kanan terlihat perumahan, sementara disebelah kiri terdapat hamparan sawah. Pemandangan yang sangat memanjakan mata dan pikiran, membuat lelah hilang sejenak. Selang beberapa lama kemudian, perkampungan baru pun terlihat. Banyak anak-anak bermain di hari libur sekolah ini, beberapa di antaranya bersorak kagum ketika sepeda Ku melintas. Tapi berbeda dengan sang Orang Tua, mereka tetap menunaikan kewajibannya untuk mencari nafkah hari ini. Di depan, Saya melihat seorang Pak Tua mengayuh sepeda ontel cukup enerjik, sepertinya dari sawah. Memaksakan Saya untuk meroda lebih cepat. Ku sapa beliau dengan bahasa makassar sedikit kaku dan menanyakan apakah jalanan hingga ke Borong Kalukua masih baik setelah hujan beberapa hari ini. Beliau pun memberi jawaban ‘YA masih baik’. Saya kemudian berterima kasih atas jawaban yang diberikan dan mendahuli sepeda Pak Tua dengan semangat untuk terus menaklukkan rintangan.
Ekstrem, Sepeda menunggangi Ku
Tantangan berat rupanya menunggu kedatangan Ku, selepas menyeberangi jembatan kayu Borong Kalukua, Saya diperhadapkan pada jalanan sempit, rerumputan yang lebat dan sesekali tanah gundul berlumpur sangat licin. Rintangan jalanan sempit ini adalah pematang empang yang berukuran rata-rata ±90 cm, akibat jarang dilalui dan musim hujan yang mengguyur menjadikan rumput tumbuh dengan subur, ditambah dengan tanah lumpur yang licin. Terpaan sinar matahari pagi rupaya menyambut dari arah timur, seakan menyapa dan meyadarkan Ku bahwa sudah sejam lebih menjalani perjalanan ini. Memang sulit untuk mengayuh sepeda, itu Saya akui pada medan kali ini. Pedal sepeda sering nyangkut pada rumput yang tingginya hingga roda. Kemudian, entah idealisme ataupun egois muncul dalam diri. Ku beranikan menunggangi sepeda, dan beruntung hanya nyaris terjatuh beberapa kali.
Kali ini Saya nyerah dan itu berarti mengharuskan Ku turun dari sepeda, mendorong dan memikulnya. Medan bertambah pada level yang lebih runyam. Semak berduri merintangi perjalanan, sepeda terpaksa diparkir dahulu menunggu beberapa saat jalanan dibersihkan perlahan. Segalanya mesti dilakukan sendiri tentunya, tanpa peralatan kecuali patahan ranting kayu kering. Beberapa rintangan semak lunak yang membuat Ku bisa memanfaatkan roda sepeda untuk merebahkan dan menggilasnya. Nyerah bukan berarti berhenti, medan terus ditaklukkan, tidak ada pemikiran untuk menyerah dan kalah, namun taktik menyerah untuk menang merupakan suatu pilihan cerdas kala ini. Ditunggangi oleh sepeda boleh saja, demi melintasi halang rintang yang tersaji. Beberapa kali Saya diharuskan mengangkat sepeda, untuk melewati jalanan sempit dan saluran pintu masuk air empang sebelum tiba di lokasi Bawanamarana. Di lokasi ini Saya disambut oleh para pekerja yang diupah untuk membuat petakan rajungan.
Waktu memulihkan energi
Hampir satu jam setelah waktu kedatangan Ku, tepatnya pukul 09.30 pagi. Dongkokang (bahasa Makassar untuk perahu) tiba di Bawanamarana, Bunda Prof dan Bu As beserta rombongan pun menjadi penumpangnya. Senyum dan sapa pun Ku lemparkan kepada para rombongan sebagai ungkapan selamat datang dan membuktikan bahwa Saya telah hadir lebih dahulu bersama Polygon Broadway milik Ku. Barang yang menjadi bawaan pun diangkat menuju rumah panggung, di mana pada teras depan terdapat sepeda Ku terparkir. Tampaknya ada yang tidak percaya kalau bersepeda bisa dijalani untuk mencapai lokasi ini, tapi inilah kenyataan yang dapat Saya buktikan. Saya telah berhasil sampai dan bisa lebih cepat dibandingkan mereka semua.
Sambil melepas lelah dengan segelas teh hangat dan aneka kue tradisional, Kami membicarakan prosedur pengamatan beberapa parameter yang ingin dilaksanakan hari ini. Setelah sedikit berargumen, kedua thinker utama dari penelitian ini yakni Bunda Prof dan Bu As menemukan kesepahaman. Oke…hunting data pun akan segera dimulai. Peralatan yang diperlukan dibawa serta ke instalasi kepiting yang telah tersedia. Kepiting dipilih untuk diberi perlakuan dan setelah mengikuti seleksi, maka kriteria terpilih adalah beberapa ekor kepiting. Aplikasi dijalankan dan pengamatan dimulai. Selang beberapa menit berlalu, respon yang diharapkan pun belum kelihatan. Hingga kemudian diasumsikan bahwa kepitingnya masih menjalani proses adaptasi setelah tiba 2 hari yang lalu. Daripada waktu terbuang menunggui kepitingnya yang masih malu-malu, mendingan mempersiapkan makan siang. Ide cerdas pikir Ku, sehingga Kami membagi tugas untuk memanggang ikan, merebus, menyiapkan sayur, masak nasi dan mempersiapkan sambal. Dan sesekali menengok pengamatan. Ehm..mantap mentong cess..rugi bagi yang tidak ikut kali ini, sesekali Kami mengenang Safir sahabat Ku yang bertanggung jawab pada pengeringan ransum. Tidak beberapa lama, hidangan telah siap untuk disajikan. Makan siang pun telah tiba. Enak…pastinya, menu ikan laut bakar, mujair rebus, 1 ekor kepiting lunak goreng, sayur buatan Ka’ Alam yang kebanyakan air dan sambal yang luar biasa pedas buatan Bu As, serta makanan cuci mulut ubi goreng buat suplai karbohidrat pikir Ku, menjadi menu spesial yang hanya akan dijumpai di tempat Kami ini. Dan sekedar informasi bahwa di tempat ini akan dibangun ecotourism plus wisata kuliner loh, wah pasti so excitement place dan bakalan seru pastinya. Seperti serunya di akhir pekan ini.
Selepas makan siang, sholat. Kami sempat bercerita ringan mengenai penelitian ke depan dan merencanakan untuk melakukan pengamatan pada kali yang lain. Sebenarnya sehabis makan Saya sempat ngantuk, tapi masih bisa tertahan. Yah…biasalah, malu untuk tidur karna Bunda Prof juga gak tidur. Tanpa terasa waktu berlalu semakin sore. Saatnya untuk bersiap-siap menuju Dongkokang untuk pulang. Tadinya Saya berpikir untuk kembali bersepeda menuju Borong Kalukua, namun berbagai pertimbangan diberikan oleh teman-teman. Sepeda terpaksa diangkut ke dalam Dongkokang dan saatnya mengucapkan sayonara untuk Bawanamarana, sampai jumpa lagi lingkungan paradise. Sekitar 30 menit Kami menjadi penumpang Dongkokang untuk sampai di Kalumpang. Mobil Katana Bunda Prof., terparkir dekat jembatan Kalumpang, undangan makan malam pun telah menunggu. Kebetulan Idham yang berdomisili di Maros mengundang mampir di rumahnya. Maaf Sobat….Ku ucapkan, biarlah teman-teman rombongan saja yang singgah bersama kedua Bunda Kita, Saya tuntaskan perjalanan hari ini dan memilih langsung menuju Makassar. Terima kasih dan Salam Ku tuk keluarga.



Dalam tur pulang ke Makassar
Selepas sholat Ashar yang telat di rumah Dg. Daru, di Soreang. Saya pamit untuk melanjutkan tur akhir pekan ini. Jam tangan Ku menunjukkan Pukul 05.07 sore. Roda sepeda kembali berputar mengejar matahari yang terhalang oleh bayang kabut yang membawa partikel air. Nampaknya mau hujan dan matahari yang tertutupi tidak akan pernah peduli untuk meninggalkan bumi tanpa cahayanya. Semakin Ku kejar kilauan sinar yang menembusi kabut tebal tersebut ke arah ia akan terbenam, semakin tebal pula kabut yang menghalanginya. Kecepatan putaran roda sepeda Ku tidak bisa mengejarnya, namun prestasi di bumi harus ditorehkan.
Tanpa terasa, memasuki Makassar yang menyambut dengan rintik hujan perlahan tapi pasti akan lebat. Dan tepatnya di daerah Sudiang, Saya diguyur hujan deras. Satu kali Saya singgah di pinggir jalan untuk memastikan bahwa ransel yang di pundak tidak tembus dari air. Hujan deras ini memberikan nilai kesenangan tersendiri dalam bersepeda, rasa lelah tidak terasa saat ini. Yang ada hanya kepuasan bersepeda menaklukkan rintangan. Genangan-genangan air sengaja dilibas, sehingga menimbulkan percikan air dan sangat menyenangkan Ku petang ini. Tepat pukul 06.10 maghrib Saya tiba kembali di Perintis Kemerdekaan KM.6 (di kost), dalam kondisi bangga basah kuyup dengan hiasan lumpur pada baju dan muka. Kebanggaan tersebut, bisa jadi merupakan manifestasi terhadap kepuasan menaklukkan rintangan dalam pemikiran. Berpikirlah bisa untuk bisa melakukannya. Sadar bahwa Saudara-saudara sekalian juga punya potensi untuk berprestasi dalam segala hal, apalagi untuk mencintai lingkungan.