Senin, 05 Januari 2009

Catatan Akhir Tahun



Welcoming 2009
Sewaktu Aku terbangun di pagi hari, Aku melihat sesuatu yang berbeda dari hari kemarin. Anak-anak dan orang dewasa yang lalu lalang depan rumah mungkin saja orang yang sama, namun tiap waktu mereka berbeda. Secara detail Aku melihat perbedaan dari waktu mereka melintas tiap harinya jarang ada yang tepat seperti waktu kemarinnya, begitupula kemungkinan terjadinya orang yang melintas dengan orang yang sama pada hari sebelumnya, pun pakaian yang mereka gunakan. Anak kecil pengangkut sampah meneriaki Ku ke dalam rumah untuk mengambil sampah dan mengharap upah keringat seribu rupiah, tukang becak dan penjual sayur, mereka pun berbeda.
Hidup ini memang penuh dinamika, muda tua dan dulu sekarang adalah bagian dari dinamika itu. Kemarin kita baru saja hidup di tahun 2008, tapi hari ini kita terbangun pada tahun yang barui, tahun 2009. Ada banyak agenda hidup yang telah kita lalui, ada yang dihiasi dengan kesuksesan dan adapula kegagalan. Itulah konsekuensi hidup yang patut kita terima.
Di belahan dunia yang lain orang-orang bersorak gembira mengubur tahun 2008 dan menggantinya dengan kalender yang baru yakni tahun 2009. Tak terhitung berapa banyak uang yang dihabiskan untuk menyambut tahun baru, mem-booking kamar hotel, rekreasi, melakukan aktivitas yang ekstrim, membeli petasan dan kembang api. Namun tidak dengan benua yang berbeda, Negara dan bahkan orang yang berbeda sekalipun masing-masing punya cara untuk menikmati pergantian tahun tersebut. Akhir tahun memang berganti dan itu konsekuensi hidup yang diukur dengan waktu. Kezaliman itu tetap dirasakan oleh yang lainnya, kekejaman, penjajahan, pemerkosaan, perampasan hak, dan kesewenangan lainnya tetap menjadi agenda yang berulang dalam mengawal tahun 2009 ini.
Pernahkah kita membanyangkan, ketika kita sedang menyalakan petasan dan kembang api pada malam penyambutan tahun baru ini. Di tempat yang lain di planet yang biru nan cantik ini, meletus pula petasan dan hiasan kembang api yang maha dahsyat dan bisa merenggut (baca; bom, senjata api, dll). Bernapaspun terasa sukar bagi mereka di tempat itu. Banyak alasan bagi mereka untuk menorehkan tinta merah yang kotor pada lembaran tahun baru ini, demi idealisme yang egois dan pertahanan teritorial yang seolah-olah mereka seperti raja rimba.
Saudara-saudara Ku, baik yang menikmati kegemerlapan tahun baru 2009 dengan petasan dan kembang api, maupun yang merasa ngeri melihatnya. Mari kita sejenak merenungi diri mengenai apa yang telah kita lewatkan di tahun 2008, apakah kita telah berbuat baik kepada sesama kita?, tidak merampas hak orang lain, telahkah kita menjadi pemimpin yang bijak atau malah penuh kemunafikan?, apakah kita telah menjadi peneliti atau akademisi yang layak dan ikhlas?, dan yang terpenting apakah kita telah berbuat kebajikan sedikit kepada kedua Orang Tua kita selama tahun-tahun yang telah lalu hingga sekarang ini?, dan apa yang telah kita dermakan untuk bumi ini?. Kita telah banyak menuntut kepada semuanya tetapi kita sengaja tidak sadar untuk memberi hak mereka.
Saudara Ku, dinamika ini memang terjadi. Dan entah sampai kapan perdamaian sesama manusia, bumi dan alam semesta yang cantik ini akan tercipta. Resolusi untuk perdamaian telah banyak ditempuh, seminar tentang lingkungan sudah banyak menyita waktu juga biaya. Pun peperangan masih mengotori bumi dan langit, juga kerusakan lingkungan masih banyak menjadi favorit di kalangan masyarakat kita.
Dinamika memang terjadi. Tetapi akankah kita mengisi dinamika itu dengan kerusakan?, kerusakan akibat gempuran roket-roket pesawat perang, kerusakan akibat penangkapan ikan dan organisme yang tidak ramah lingkungan, kerusakan akibat penebangan kayu di hutan, kerusakan akibat moral pejabat yang korup, kerusakan moral akibat penyalahgunaan teknologi dan masih berlanjut oleh deret kerusakan lainnya.
Mari kita bangun dari lamunan dan mimpi tidur yang panjang. Jangan pernah mau terantuk pada batu yang sama, mari mengawali tahun ini dengan banyak berderma untuk perdamaian dan bumi yang tersenyum.


Untuk Bumi Ku yang tersenyum,

Akbar Marzuki Tahya, S.Pi.