Jumat, 23 April 2010

Gaya Manajemen Nan Elegan dari Apple



iMac, iPod, iTunes, dan iPhone sungguh merupakan deretan karya
teknologi yang amat estetik. Deretan produk elegan dengan sentuhan
seni yang mengesankan. Deretan produk yang barangkali ingin
menggapai dengan sepenuh hati apa itu makna keindahan yang
sempurna. Dan melalui deretan produk inilah, Apple kemudian
menyeruak menjadi pendekar paling tangguh dalam era konvergensi
digital masa depan.
Dalam lima tahun terakhir, Apple memang terus bergerak menggapai
langit prestasi. Setelah produk iPod-nya melambung dan membuat
para petinggi Sony kelabakan, kini Apple hendak menggoyang
kedigdayaan Nokia dengan produknya yang memukau, iPhone.
Sementara jutaan orang setiap hari mengunjungi kios musiknya via
iTunes. Pendeknya, menyaksikan kisah Apple ibarat menikmati jus
apel yang segar dan menyehatkan. Lalu, apa sesungguhnya faktor
kunci dibalik menjulangnya kerajaan Apple?
Penyelidikan terhadap proses bisnis yang dilakoni oleh Apple
membawa kita pada tiga elemen kunci yang mungkin bisa
menjelaskan kejayaan perusahaan dari Cupertino, California ini.
Elemen yang pertama dan mungkin paling vital adalah eksistensi sang
CEO dan juga pendiri, Steve Jobs. Tak pelak, pria yang suka
berpenamilan casual ini merupakan figur kunci dibalik ketangguhan
Apple. Melalui visinya yang tajam dan citarasa yang kuat akan produkproduk
teknologi berestetika, Steve telah menjelmakan dirinya sebagai
jangkar yang amat menentukan ke arah mana bahtera Apple hendak
dilayarkan.
Pertautan Steve Jobs dengan Apple sendiri merupakan sebuah kisah
yang panjang nan berliku. Pria yang drop out saat kuliah di semester
pertama ini mendirikan perusahaan Apple ketika usianya baru masuk
22 tahun (!) dari sebuah garasi mobil di rumah kontrakan. Di tahuntahun
awal berdirinya pada pertengahan tahun 70-an, Apple sempat
mengguncang dunia dengan mengeluarkan produk personal computer
pertama di dunia. Namun seiring berjalannya waktu, nasib Steve Jobs
sendiri justru berakhir tragis : pada tahun 1986 ia justru dipecat dari
Apple. Sejak ia pergi, Apple limbung dan didera kegagalan demi
kegagalan.
Setelah sempat berpetualang dengan mendirikan perusahaan Pixar
(yang memproduksi film animasi sukses seperti Toy Story, Finding
Nemo dan Cars), Steve Jobs melakukan langkah comeback : kembali
direkrut untuk mengomandani Apple. Saat itu, tahun 1997, Apple
tengah berada pada titik nadir, dan banyak orang meramalkan
perusahaan ini sebentar lagi akan masuk liang kubur. Senjakala
kematian mengintai dan mereka tak yakin Steve Jobs mampu
menjelmakan dirinya menjadi sang dewa penyelamat.
Toh sejarah kemudian menjadi saksi : betapa Steve Jobs telah
melakukan proses comeback yang spektakuler. Steve Jobs sendiri
sejatinya merupakan figur yang unik. Brilian, memiliki kepekaan seni
yang mumpuni (ia pernah belajar kaligrafi), namun sekaligus memiliki
sense of strong leadership. Pada sisi lain, Steve adalah pribadi yang
selalu memburu titik kesempurnaan – baik pada aspek desain ataupun
dalam proses manufakturing beragam lini produknya. Begitu ia yakin
dengan visi desain produknya, maka ia akan bekerja mati-matian
bersama para engineernya untuk memastikan agar desain itu benarbenar
dapat diproduksi dengan penuh kesempurnaan. Kisah
penciptaan iPod dan iPhone barangkali tak akan pernah terjadi tanpa
sikap perfeksionis dan sekaligus proses kepemimpinan yang kuat dari
Steve Jobs.
Elemen kedua yang menjadi penentu keberhasilan Apple adalah ini :
sinergi yang sempurna antara beragam tim – baik tim desain, tim
software, dan tim hardware. Semua melakukan kolaborasi secara
paralel dan simultan. Proses penciptaan produk di Apple tidak
dilakukan secara setahap demi setahap, dimana setelah desain selesai
lalu diserahkan ke bagian software, lalu diteruskan lagi ke bagian
hardware. Sebaliknya, dalam prosesnya semua aspek ini dikerjakan
bersama-sama secara simultan. “Essentially it means that products
don’t pass from team to team. It’s simultaneous and organic. Products
get worked on in parallel by all departments at once — design,
hardware, software — in endless rounds of interdisciplinary design
reviews,”demikian tulis majalah Time dalam salah satu liputannya
yang memikat tentang Apple.
Elemen yang terakhir mungkin lebih jarang diketahui orang. Elemen
ini adalah hadirnya sang jenius lain bernama Jonathan Ive yang
menjabat sebagai Chief Design Apple. Jonathan Ive adalah seorang
desainer produk brilian yang telah memiliki peran amat sentral dalam
sejarah kelahiran produk-produk legendaris Apple. Ive-lah yang
menjadi otak dibalik lahirnya produk iMac, iPod dan iPhone. Dengan
kata lain, sosok inilah yang dengan jitu menerjemahkan visi Steve
Jobs menjadi kenyataan melalui rangkaian produk yang elegan dan
penuh nuansa keindahan.
Demikianlah tiga elemen kunci yang kira-kira bisa menjelaskan
tentang melambungnya prestasi Apple. Jika kita telisik, ketiga elemen
ini semuanya bermuara pada people management : elemen yang
pertama tentang leadership yang kuat dan visioner, yang kedua
tentang kekuatan sinergi, dan yang ketiga tentang pengembangan
kompetensi dan keahlian.


Rangkaian produk Apple selama ini memang selalu menebarkan
pesona yang menggetarkan. Namun dibalik itu semua, mereka juga
telah memberikan contoh yang sempurna tentang bagaimana
menjalankan proses people management secara elegan.



Oleh : Yodhia Antariksa, Msc in HR dalam Managing People Strategy