oleh Akbar Marzuki Tahya
Dalam pencernaan makanan, enzim berfungsi sebagai katalisator biologis yang berperan dalam reaksi kimiawi dalam proses pencernaan. Enzim merupakan protein yang diproduksi oleh jaringan hidup dan meningkatkan laju reaksi yang mungkin terjadi dalam jaringan.
Menurut Montgomery, et al (1993), bila enzim tidak hadir maka reaksi-reaksi akan berjalan terlalu lambat untuk dapat menopang kehidupan atau reaksi-reaksi tersebut akan memerlukan kondisi-kondisi non fiiologis. Affandi, et al (2005) menyatakan bahwa kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim.
Pada sistem pencernaan, enzim yang disekresikan keluar sel melalui proses eksositosis, digunakan untuk pencernaan di luar sel yakni di dalam rongga saluran pencernaan (extracellular digestion), sedangkan enzim yang dipertahankan tetap berada di dalam sel akan digunakan untuk pencernaan di dalam sel itu sendiri (intracellular digestion) (Affandi, et al 2005).
Affandi, et al (2005) menuliskan penggolongan enzim berdasarkan organ yang mensekresikannya, antara lain (1). Enzim Lambung, yakni enzim yang disekresikan oleh kelenjar lambung, contohnya: pepsin, (2). Enzim Pankreas, yakni enzim yang disekresikan oleh sel acineus pankreas, contohnya: tripsin, chymotripsin, carboxy peptidase, amilase, lipase dan chitinase, (3). Enzim Usus, yakni enzim yang disekresikan oleh sel pada lapisan mucosa usus, contohnya: phosphatase alkaline, dipeptidase, dan tripeptidase.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan enzim diantaranya: konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH dan inhibitor. Untuk mempelajari sifat enzim, Montgomery, et al (1993) menggunakan teknik yang sederhana dengan mengisolasi enzim dari sumber alamnya dengan cara in vitro untuk melihat rincian reaksi-reaksi yang dikatalisis, laju reaksi dapat diubah dengan mengubah parameter-parameternya seperti pH, atau suhu, dan dengan mengubah secara kualitatif maupun kuantitatif komposisi ion dari medianya atau dengan mengubah ligand selain substrat atau koenzim.