Rabu, 28 Desember 2011

Morfologi, Kandungan Klorofil a, Pertumbuhan, Produksi, dan Kandungan Karaginan Rumput Laut


AKMAL. Morfologi, Kandungan Klorofil a, Pertumbuhan, Produksi, dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Dibudidayakan pada Kedalaman Berbeda (dibimbing oleh Rajuddin Syamsuddin dan Dody Dh. Trijuno).

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh perlakuan kedalaman budidaya yang berbeda terhadap morfologi, kandungan klorofil a, laju pertumbuhan harian, produksi, dan kandungan karaginan rumput laut K. alvarezii.

Penelitian ini terdiri atas 5 perlakuan dan setiap perlakuan terdiri 3 ulangan sehingga ada 15 satuan percobaan. Rumput laut digantung metode vertikal secara acak pada kedalaman budidaya berbeda, yaitu 20 cm; 100 cm; 200 cm; 300 cm dan 400 cm. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam yang dilakukan pada taraf 95%.

Hasil penelitian menunjukkan kedalaman budidaya tidak berbeda nyata terhadap diameter, panjang tallus, dan kandungan klorofil a. Diameter tallus relatif tinggi diperoleh pada kedalaman 100 cm (5,23 mm) dan panjang tallus diperoleh 20 cm (10,90 cm), serta diameter dan panjang terendah 400 cm (masing-masing 4,28 mm dan 5,68 cm). Pada kedalaman 400 cm memperlihatkan warna relatif coklat gelap dibanding kedalaman budidaya lainnya. Kandungan klorofil a relatif tinggi pada kedalaman 100 cm (0,013 mg/g-1) dan terendah 20 cm (0,006 mg/g-1). Kedalaman budidaya berbeda sangat nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian, produksi biomassa dan kandungan karaginan rumput laut. Nilai tertinggi laju pertumbuhan bobot harian, produksi dan kandungan karaginan pada kedalaman 20 cm (masing-masing 4,522%/hari-1, 445.55 ton/ha-1 tahun-1 dan 56,31%) dan terendah kedalaman 400 cm (masing-masing 2,191%/hari-1, 145.82 ton/ha-1 tahun-1 dan 17,10%). Kecepatan arus yang optimal, konsentrasi CO2 bebas, konsentrasi nitrat dan ortofosfat yang tinggi merupakan faktor penyebab laju pertumbuhan bobot harian, produksi dan kandungan karaginan tertinggi diperoleh pada kedalaman 20 cm.

Kata Kunci : Karaginan Klorofil a, Morfologi, Pertumbuhan, Produksi, Rumput Laut.

Jika ingin menggunakan sebagai pustaka:

Akmal. 2011. Morfologi, Kandungan Klorofil a, Pertumbuhan, Produksi, dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Dibudidayakan pada Kedalaman Berbeda. [Tesis]. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Sabtu, 24 Desember 2011

Laju Pengosongan Lambung, Persentase Molting & Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla sp.)


SUNARTI. Laju Pengosongan Lambung, Persentase Molting dan Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla sp.) pada Berbagai Persentase Pemberian Pakan Buatan Bervitomolt. Dibimbing oleh SITI ASLAMYAH dan YUSHINTA FUJAYA.

Kepiting cangkang lunak merupakan salah satu produk perikanan yang populer dan memiliki tingkat permintaan tinggi. Pakan rucah merupakan pakan yang selama ini dipakai oleh para petani namun keberadaannya bergantung pada hasil tangkapan nelayan menjadikan ikan rucah melimpah pada waktu-waktu tertentu saja dan cepat membusuk sehingga penanganannya sulit. Untuk mengatasi masalah tersebut, solusi yang tepat adalah penggunaan pakan buatan khusus kepiting tepat dosis. Tujuan penelitian ini menentukan persentase pemberian pakan terhadap : (1) laju pengosongan lambung; (2) persentase molting; dan (3) pertumbuhan. Penelitian dilaksanakan di Crabs Research Station, Bawanamarana Kabupaten Maros, pada bulan Juni sampai Agustus 2011. Hewan uji yang digunakan adalah kepiting bakau jenis Scylla sp., bobot 91-100 g, sebanyak 90 ekor. Pakan buatan yang digunakan merupakan hasil formulasi khusus dalam bentuk pelet dan diperkaya dengan Vitomolt. Vitomolt adalah ekstrak tumbuhan yang mengandung hormon ekdisteroid dan berfungsi sebagai hormon pengatur terjadinya molting. Rancangan percobaan didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan persentase pemberian pakan yang dicobakan adalah: 2%, 4% dan 6%/bobot badan kepiting. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis ragam dan diuji menggunakan uji lanjut W-Tuckey. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa persentase pemberian pakan bervitomolt 4% merupakan dosis terbaik yang mampu menstimulasi molting hingga 66,67%, dengan pertambahan berat badan dan lebar karapas relatif masing-masing 40,15 g dan 10,16 mm. Mortalitas pada semua perlakuan tidak berbeda nyata. Kondisi kualitas air terutama salinitas selama penelitian berlangsung diduga kurang optimal bagi pertumbuhan kepiting sehingga energi banyak terpakai untuk melakukan adaptasi sebelum digunakan untuk molting sehingga jumlah kepiting yang molting kurang. Dari hasil penelitian ini, disarankan menggunakan persentase pemberian pakan sebanyak 4%.

Kata kunci: kepiting bakau, pakan, molting, vitomolt, persentase pemberian.

Jika menjadikan pustaka:

Sunarti. 2011.
Laju Pengosongan Lambung, Persentase Molting dan Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla sp.) pada Berbagai Persentase Pemberian Pakan Buatan Bervitomolt. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Jumat, 23 Desember 2011

Strategi Pengembangan Berkelanjutan Budidaya Rumput Laut


AL’ AMIN B. HASAN, Strategi Pengembangan Berkelanjutan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii Di Kabupaten Barru (dibimbing oleh Aris Baso dan Andi Adri Arief).
Penelitian bertujuan (1) Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha rumput laut, (2) Menganalisis pemasaran usaha rumput laut, (3) Menentukan strategi kebijakan pengembangan berkelanjutan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru.

Metode penelitian adalah observasi, interview, participatory rapid appraisal,focus group discusion.Analisis data:finansial,ekonomi dan
SWOT
Hasil penelitian: NPV= Rp.2.080.072.312, IRR= 33,51%, Net B/C ratio=2,21. Strategi pengembangan berkelanjutan : a. Penerapan metode longline, rakit apung dan lepas dasar pada perairan lepas pantai, b. Membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB), c. Penataan lahan dan desain konstruksi metode budidaya pada perairan lepas pantai, d. Peningkatan peran masyarakat dalam pengembangan budidaya rumput laut, e. Melakukan bimbingan tentang teknis budidaya dan pemilihan bibit, pascapanen dan manajemen usaha, f. Penguatan modal dengan sistem bergulir dan kredit dengan subsidi bunga, g. Melakukan pengaturan jadwal tanam rumput laut, h. Membangun industri rumah tangga rumput laut, i. Membuat rencana lokasi dan pelaksanaan budidaya dengan melibatkan stakeholders. j. Membuat tata ruang / zonasi wilayah pesisir dan laut, k. Membentuk kemitraan antara pembudidaya dengan pengusaha.

Kata kunci : Analisis finansial, ekonomi dan SWOT

Jika ingin menggunakan sebagai pustaka:

Al'Amin. 2011. Strategi Pengembangan Berkelanjutan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii Di Kabupaten Barru. [Tesis]. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Rabu, 21 Desember 2011

IBU




Respon Molting Rajungan terhadap Injeksi Vitomolt

Oleh Akbar Marzuki Tahya

Rajungan, jenis Portunus pelagicus menjadi salah satu komoditas penting yang prospektif dalam dunia perikanan di Indonesia karena tersebar di daerah pesisir kepulauan nusantara. Namun di Indonesia yang kaya akan sumberdaya ini, masih minim untuk mengembangkan teknologi yang lebih inovatif dalam pengelolaan sumberdaya rajungan.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh dosis vitomolt terhadap persentase molting rajungan.

Penelitian dilaksanakan di Crabs Research Station, Bawanamarana Kabupaten Maros, pada bulan Mei sampai Juli 2011. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah rajungan jantan dengan bobot 14-70 g, sebanyak 200 ekor. Rajungan yang digunakan berada pada fase intermolt. Vitomolt terbuat dari ekstrak bayam yang mengandung hormon molting, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Dosis vitomolt yang dicobakan adalah: 6,2, 8,3, 10,4, 12,5 µg/g BB dan kontrol (tanpa perlakuan vitomolt). Data persentase molting dianalisis dengan analisis ragam.

Dari hasil penelitian menunjukkan injeksi vitomolt dengan dosis 6,2 µg/g BB adalah dosis terbaik menginduksi molting (60%), dibandingkan dosis lainnya hanya 30% untuk dosis 8,3 µg/g BB, dan 6,67% untuk dosis 10,4 µg/g BB. Sementara dosis 12,5 µg/g BB tidak berhasil menginduksi molting pada rajungan yang dipelihara di tambak.

Kata kunci: molting, rajungan, vitomolt.

download pdf